Kotamobagu, Faktaberita.online – Pengusaha muda Revan Saputra Bangsawan yang dikenal dengan RSB angkat bicara soal keterlibatannya dalam Aktivitas tambang ilegal (Illegal Mining) yang ada di desa Tobayagan, Kecamatan Pinolosian tengah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan ( Bolsel) Propinsi Sulawesi utara (Sulut).
Diketahui pengusaha muda biasa dikenal dengan RSB ini diberitakan oleh salah satu media online di Sulut yang diduga terlibat dalam kegiatan Aktivitas tambang ilegal di Kabupaten Bolsel.
Kepada beberapa Media, Senin (9/6/2025) Revan Syahputra Bangsawan (RSB) membantah keras terhadap pemberitaan yang menuding dirinya terlibat dalam aktivitas tambang ilegal di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).
“Saya tidak pernah terlibat aktivitas tambang ilegal seperti yang diberitakan. Hal tersebut tidak benar dan sangat merugikan nama baik saya,” tegasnya.
RSB menyayangkan sikap media yang langsung menyebut namanya tanpa proses konfirmasi atau klarifikasi. Ia menilai pemberitaan tersebut tidak memiliki dasar dan tidak sesuai dengan etika jurnalistik.
“Nama saya ditulis jelas, tanpa ada upaya konfirmasi terlebih dahulu. Ini mencederai prinsip pemberitaan yang sehat,” tambahnya.
Lebih lanjut, RSB menegaskan, justru saat ini ia aktif mendorong legalitas kegiatan tambang rakyat dengan membentuk koperasi penambang agar masyarakat bisa bekerja secara sah dan profesional.
“Kami sudah bertemu dengan perwakilan penambang dan sepakat membentuk koperasi, dan saya siap mendampingi agar aktivitas mereka memiliki legalitas,” ujar RSB.
Dukungan terhadap langkah tersebut juga datang dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Gubernur Yulius Selvanus (YSK) dikabarkan tengah menyusun regulasi baru untuk melegalkan aktivitas pertambangan rakyat.
Disisi lain, pemerhati media BMR, Amir Halatan, ikut angkat suara. Ia menegaskan bahwa wartawan harus mematuhi kode etik dan melakukan verifikasi informasi sebelum mempublikasikan berita.
“Informasi harus diverifikasi, Apapun alasannya tidak bisa langsung publikasikan nama seseorang tanpa konfirmasi. Itu berisiko menyesatkan publik,” kata Amir.
Halatan juga mengingatkan bahwa praktek jurnalis seperti ini tidak hanya mencoreng profesi wartawan tetapi berpotensi melanggar UU No 40 tahun 1999 tentang Pers serta ketentuan pidana terkait pencemaran nama baik. (Jhon L).












