Faktaberita.com, Palopo – Terpidana korupsi Proyek Revitalisasi Tanggul Sungai Amassangan tahun 2003, Saenal Rasyid meminta agar Direktur CV Mutiara, Haeriah dan pengawas pelaksana kegiatan (PPK) diperiksa.
menurut Saenal Rasyid, seharusnya Haeriah selaku rekanan dan PPK juga dijadikan terdakwa dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 38.479.500 itu.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Saenal, Choerul Moeslim usai sidang peninjauan kembali di Pengadilan Negeri (PN) Palopo, Kamis 13 Juli 2023.
Choerul Moeslim mengatakan, ada peranan pihak lain dalam kasus itu. Pihak itu, yakni Direktur CV Mutiara Haeriah dan Ibrahim Chaeruddin.
“Ketika CV Mutiara sebagai rekanan pada proyek revitalisasi tanggul Sungai Amassangan, saat itu Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Palopo dijabat oleh Ibrahim Chaeruddin,” ujar Choerul.
Choerul mengatakan, saat ini upaya Peninjauan Kembali (PK) dilakukan semata untuk membuktikan bahwa kliennya tidaklah bersalah.
“Kami yakin upaya PK ini bisa mewujudkan keadilan untuk klien kami, mengingat di dalam putusan kasasi yang menjadi dasar kami mengajukan PK,” ungkapnya.
Pada putusan kasasi, kata Choerul terdapat desenting opinion, dimana salah satu hakimnya membenarkan apa yg dilakukan oleh klien kami sudah tepat dan benar dikarenakan berdasarkan bukti yang dilampirkan kasubag anggaran dan kasubag pembendaharaan.
“Apa yang dilakukan oleh klien kami itu sudah benar itu berdasarkan bukti surat perintah membayar dengan lampiran lengkap berupa, perjanjian borongan/kontrak, SPMK, berita acara pembayaran, kwitansi pembayaran dan berita acara kemajuan fisik,” terangnya.
“Dan perlu kami tekankan bahwa klien kami Bapak Saenal hanya seorang bendahara yang kapasitasnya dalam hal itu tidak memiliki kewenangan untuk menolak pembayaran sepanjang dokumen telah lengkap,” ungkapnya.
Pada kasus ini, lanjut Choerul, jaksa penuntut umum (JPU) mempersoalkan paraf, dimana JPU menganggap surat dokumen berita acara kegiatan pelaksanaan kemajuan fisik proyek 100 persen tidak ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan yakni Ibrahim Chaeruddin.
“Dalam dokumen tersebut terdapat paraf Ibrahim Chaeruddin, namun JPU menganggap paraf itu tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengesahan dokumen.”
“Sementara yang diketahui, paraf itu merupakan perpendekan dari tanda tangan sebagai bentuk kontrol terhadap materi, subtansi, redaksi dan pengetikan naskah yang prinsipnya tetap dianggap sah dan pada dasarnya pekerjaan dianggap sudah selesai di mana di buktikan dengan berita acara penyerahan pertama (PHO) dan penyerahan II (FHO) Yang di TTD oleh kedua belah pihak,” bebernya.
Terkait masalah kerugian negara, kata Choerul bukanlah disebabkan oleh tindakan dari kliennya, melainkan disebabkan karena oleh rekanan yaitu CV Mutiara sehingga proyek itu mangkrak.
Proyek itu mangkrak dikarenakan 67 meter bronjong tidak terpasang, sehingga pertanggungjawaban kerugian negara harusnya dilimpahkan ke Direktur Direktur CV Mutiara, Haeriah.
“kami tegaskan, klien kami tidak menerima sepeserpun uang dari proyek itu,” ucapnya.
“Anehnya, Haeriah dan pengawas pelaksana kegiatan maupun tehnis pelaksana kegiatan tidak pernah diperiksa oleh pihak kejaksaan. Sementara klien kami didakwa melakukan tindak pidana korupsi,” sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Palopo melakukan eksekusi terhadap terpidana korupsi Revitalisasi Tanggul Sungai Amassangan tahun 2003.
Eksekusi terhadap terpidana Saenal Rasyid dilakukan setelah berkekuatan hukum tetap. (*)