Redaksi: Rahman.Permata
SORONG,Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya telah mengeluarkan rekomendasi nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 tertanggal 28 Oktober 2024 kepada KPU Provinsi Papua Barat Daya yang bersifat penting tentang pelanggaran Administrasi. Dimana diduga pelanggaran administrasi telah dilakukan oleh salah satu calon gubernur peserta Pilkada Provinsi Papua Barat Daya. Rekomendasi Bawaslu Provinsi PBD ini bagaikan ‘bom’ yang meledek di siang bolong.
Pasalnya, Bawaslu PBD dalam rekomendasi nomor 554/2024 merekomendasikan kepada KPU Papua Barat Daya untuk menindaklanjuti pelanggaran Administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 71 Ayat 2 dan 5 UU nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.
Sanksi dari pelanggaran Administrasi pasal 71 Ayat 2 dan 5 UU nomor 10 tahun 2016 berupa sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau kabupaten / kota.
Rekomendasi itu lantas ditanggapi oleh Perhimpunan Pemerhati Pemilu Papua Barat Daya, Abraham Sagrim saat melakukan konfrensi Pers di salah satu hotel di Kota Sorong, Rabu (30/10/2024).
Pria yang akrab disapa Brampi Sagrim menekankan, netralitas selalu dislogankan oleh KPU Provinsi Papua Barat Daya, Kepolisian Daerah Papua Barat dan Kejaksaan Tinggi Papua Barat.
Dalam PKPU nomor 15 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada Bab II Tata Cara penyelesaian pelanggaran administrasi pemilihan bagian kesatu KPU provinsi atau kabupaten/kota pasal 4 menegaskan KPU Provinsi atau KPU kota /kabupaten wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi, kabupaten atau kota atas pelanggaran administrasi.
“Kami ingin slogan itu harus bisa diwujudkan dengan tindakan, bukan sekedar ber slogan saja dengan hukum harus ditegakkan, ” kata Brampi.
Rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Papua Barat Daya nomor 554/2024 ditujukan kepada KPU Provinsi, karena salah satu calon gubernur peserta Pilkada PBD telah dinyatakan melanggar pasal 71 undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan Pilkada.
“Melanggar pasal 2, sehingga konsekuensinya ada di pasal 5 bahwa segera KPU dalam waktu 7 hari melaksanakan rekomendasi Bawaslu Papua Barat Daya untuk mendiskulifikasi calon tersebut dari calon gubernur. KPU Provinsi Papua Barat Daya tidak boleh lagi beralasan bahwa nanti mengeluarkan ini atau berpendapat ini dan itu, tapi harus berpatokan pada aturan undang-undang bahwa rekomendasi Bawaslu harus dijalankan oleh KPU, ” kata Brampi menegaskan.
KPU Provinsi, kata Brampi, jika tidak memindahkan rekomendasi Bawaslu akan berkonsekusi terhadap pelanggaran kode etik dan pidana.
“Kami dari PPI tetap akan mengawal hal ini dan mengajak kepada masyarakat untuk sama-sama mengawal proses ini, karena aturan sudah jelas KPU tidak boleh membantah atau mengelak lagi dengan membuat opini atau hal-hal lain lagi atau membuat pernyataan bahwa hal ini menyangkut dengan aturan ini dan aturan ini. Itu tidak boleh, KPU harus tetap tunduk pada aturan hukum yang berlaku sesuai dengan undang-undang nomor 10 2016 pasal 71 ayat 2 dan ayat 5,” ucap Brampi mewanti – wanti.
Dalam perkara ini, lanjut Brampi, Bawaslu PBD telah melaksanakan tugas dengan melakukan telaan, hingga keluar dua rekomendasi. Dimana rekomendasi pelanggaran administrasi menjadi tanah dan hak mutlak Bawaslu.
“Sedangkan rekomendasi kedua berupa dugaan pelanggaran pidana. Dan telah direkomendasikan oleh Bawaslu kepada Gakkumdu. Dan Gakkumdu sudah mengeluarkan SPDP. Hari ini adalah hari terakhir dan di dalam Gakkumdu sudah ada Kejaksaan dan kepolisian. Jadi Gakkumdu pun jangan bermain untuk memperlambat proses dengan menyatakan kurang bukti ini, atau belok kiri, belok kanan dan tegak lurus, ” harap Brampi.
PPI perlu mengingatkan kepada KPU Papua Barat Daya untuk harus netral, karena sebelumnya rekomendasi Majelis Rakyat Papua Barat Daya telah diabaikan.
“Jika rekomendasi Bawaslu ini, diabaikan, maka makin kuatlah dugaan ketidaknetralan KPU dalam Pilkada Papua Barat Daya, ” ucap Brampi.
Sebagai pemerhati pemilukada dan masyarakat tentu berharap, Pilkada perdana di Provinsi Papua Barat Daya menjadi pemilukada yang bermartabat, dan berkepastian hukum.
“KPU, Kepolisian, dan Kejaksaan yang tergabung dalam sentra Gakkumdu harus bisa bersikap netral dan tegak lurus dengan aturan yang ada. Kalau sampai tidak tegak lurus, maka masyarakat bisa saja menilai ada apa dibalik semua itu, ” tutur Brampi.
Untuk diketahui salah satu kontestan Pilkada Provinsi Papua Barat Daya 2024, yakni salah satu calon gubernur diduga melakukan pelanggaran administrasi.
Pelanggaran administrasi tersebut berdasarkan temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) PBD telah ter registrasi dengan nomor 005/Reg/TM/PG/Prov/38.00/X/2024.
Pelanggaran yang di temukan Bawaslu itu setelah melakukan klarifikasi kepada pihak terkait untuk menggali kebenaran terhadap temuan dan menilai bukti dalam melakukan penanganan.
Dalam surat bernomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 bersifat penting yang ditujukan kepada KPU Papua Barat Daya perihal rekomendasi pelanggaran administrasi, sebelum ditetapkan sebagai calon gubernur PBD melakukan pergantian 2 (dua) orang pejabat di pemerintahan Kabupaten Raja Ampat.
Bawaslu menemukan fakta bahwa benar telah terjadi pergantian Kepala Distrik Waigeo Utara yang sebelumnya dijabat oleh Mathius Aitem diganti oleh Agustinus Weju sebagi Plt tertanggal 17 September 2024.
Dan mengganti Kepala Kampung Kabilol Distrik Tiplol Mayalibit, awalnya dijabat Yohanis Kabeth oleh Matheus N. Lowa tertanggal 2 Agustus 2024.
Sementara berdasarkan Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 pada pasal 71 ayat (2) dan (5), menyatakan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Di ayat (5) berbunyi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota selaku petahan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) petahana tersebut dikenai sangsi pembatalan sebagai calon oleh KPU Propinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
KPU Papua Barat Daya sendiri dalam tahapan Pilkada 2024, menetapkan 5 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada tanggal 23 September 2024 berdasarkan keputusan nomor 78 tahun 2024. (***)