KPU PBD Jangan Berubah Menjadi Lembaga Peradilan yang Mengadili Keabsahan SK MRPBD

Uncategorized51 Dilihat

 

Redaksi: Rahman.Permata

 

JAKARTA, 20 September 2024 – KPU dan Bawaslu itu penyelengara Pemilu, bukan majelis hakim pengadilan yang menentukan salah dan benar Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Rakyat Papua Barat Daya. 

 

Pernyataan diberikan oleh Praktisi Hukum di Papua Barat Daya, Jatir Yuda Marau setelah membaca pernyataan pers yang dikeluarkan oleh Kuasa Hukum KPU Papua Barat Daya. 

 

Melalui siaran pers yang dibagikan kepada berbagai media massa pada Jumat ,20 September 2024, Jatir Yuda Marau katakan KPU PBD bukan lembaga Peradilan, tetap penyelenggara Pemilukada. Sebab KPU Papua Barat Daya menurut Yuda, telah mengadili Surat Keputusan MRP Papua Barat Data nomor 10 /MRP.PBD/2-2024

 

Yuda lantas menuturkan proses hingga dia sebagai praktisi hukum tergerak hati berdasarkan pengalaman sebagai advokad harus angkat bicara, sehingga pembodohan hukum yang sementara dimainkan tidak menyesatkan masyarakat. 

 

Pada tanggal 14 September 2024, KPU Papua Barat Daya telah mengeluarkan pengumuman untuk mendapatkan Tanggapan Masyarakat atas 5 (lima) Bakal Calon yang di  nyatakan Memenuhi Syarat. 

 

Dalam pengumuman itu KPU lebih mengkhususkan perhatian terhadap Paslon salah satu pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang tidak mendapatkan persetujuan hasil Rapat Pleno luar biasa Majelis Rakyat Papua Barat Daya.

 

 Dan melakukan tindakan sebagai lembaga Peradilan dengan turun menguji verifikasi faktual yang telah dilakukan oleh MRPBD. Hanya dengan dasar ada mendapatkan Surat tanggapan masyarakat atau Pengakuan Lembaga Adat Ambel Waigeo Raja Ampat dan Lembaga Adat Suku Kuri dengan mengunakan dasar Pertimbangan Hukum Putusan MK No  29/2011, UU nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, PKPU/8/2024, Surat Dinas KPU RI. 

 

Yuda mengatakan dalam Pengumuman KPU PBD juga menyampaikan bersama KPU PBD bersama Bawaslu dan pihak terkait  akan melakukan Penulusuran, Pendalaman dan Verifikasi Faktual terhadap  Pengakuan Lembaga Masyarakat Adat Ambel Waigeo Raja Ampat dan Keputusan  MRP No.10/MRP.PBD/2-2024 Tanggal 22 September 2024.

 

“Maka itu saya perlu ingatkan kepada KPU PBD untuk TIDAK MENJADI  LEMBAGA PENGADILAN yang kemudian bertindak mengadili sendiri Surat Keputusan MRP No.10/MRP.PBD/2-2024 Tanggal 22 September 2024 yang TIDAK Memberikan  Persetujuan terhadap 1 dari 5 pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya yang tidak mendapatkan persetujuan dari MRPBD tentang keaslian sebagai Orang Asli Papua. 

 

“Benar kata KPU PBD sebagai Penyelenggara Pemilukada harus hargai Taat dan  Tunduk pada Koridur Hukum dan lebih khusus lagi terhadap UU Otus dan  Peraturan KPUnya sendiri yaitu PKPU No. 10 Tahun 2024 tentang perubahan atas PKPU nomor 8 Tahun 2024 sebagaimana telah di  atur untuk PEMLIHAN DI DAERAH KHUSUS dalam Pasal 138 ayat (1) dan (2) , ” kata Yuda menegaskan. 

 

Dalam PKPU  atas perubahan PKPU nomor 8/2024 di sebutkan pada  ayat (1) Pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati,  serta walikota dan wakil walikota pada daerah khusus dan/atau  istimewa atau dengan sebutan lain, diberlakukan ketentuan dalam  Peraturan Komisi ini, kecuali ditentukan lain oleh peraturan  perundang- undangan;

 

Ayat (2) menyebutkan daerah khusus dan/atau daerah istimewa sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) meliputi daerah yang berdasarkan kekhususannya  atau keistimewaannya diatur dengan Undang-Undang.  

 

Kemudian lanjut dia, selanjutnya dalam Pasal 140 PKPU No.8 Tahun 2024 di sebutkan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Selatan, dan Provinsi Papua Barat Daya memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat, Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Pegunungan, Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Tengah, Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Selatan, dan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya.

 

Yuda tegaskan dengan dasar Peraturan KPU tersebut diatas telah jelas dan terang  Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Provinsi Papua Barat Daya  memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua  Provinsi Papua Barat Daya dan yang berwenang memberikan Persetujuan  tersebut hanya Lembaga yang nama MAJELIS RAKYAT PAPUA (MRP). 

 

“Yang  menjadi pertanyaan saat ini adalah Jika KPU PBD bersama Pihak Terkait  melakukan Penulusuran, Pendalaman dan Verifikasi Faktual terhadap  Pengakuan Lembaga Masyarakat Adat Ambel Waigeo Raja Ampat dan  Keputusan MRP No.10/MRP.PBD/2-2024 Tanggal 22 September 2024,  Kemudian dari hasil Verifikasi/Pendalaman dll, kemudian KPU PBD Menilai  lain atas Status Paslon yang tidak mendapatkan persetujuan dari MRPBD kemudian menetapkan Paslon tersebut sebagai  Peserta Pemilukada di PBD, Bagaimana dengan Ketentuan dalam UU Otsus dan Ketentuan dalam PKPU sendiri yang Menyatakan Calon Gubernur dan  Wakil Gubernur di Provinsi Provinsi Papua Barat Daya memperoleh  pertimbangan dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua  Barat Daya, ” kata Yuda dengan nada tanya. 

 

Jawabannya, KPU PBD telah menetapkan Paslon yang tidak mendapatkan persetujuan dan pertimbangan MRPBD sebagai Peserta  calon gubernur dan wakil gubernur dengan Pertimbangan dan Penilaiannya sendiri.

 

“Menurut kami KPU telah bertindak melampaui kewenangannya dan  Sewenang-Wenang, karena mengeluarkan sendiri pertimbagan dan persetujuan bagi Paslon Cagub dan Cawagub di Provinsi Papua Barat Daya. Yang bukan menjadi kewenangannya, ” ucap Yuda. 

 

KPU sebagai regulator hanya menjalankan apa yang telah tertuang dalam PKPU, bukan mencari petimbangan dari putusan MK yang belum dituangkan menjadi UU Otsus dan PKPU. “Itu namanya KPU tegak lurus, bukan berpegang pada surat dinas. 

 

 

Yuda tegaskan, KPU dan Bawaslu sebagai Penyelenggara Pilkada tidak diberikan kewenangan sedikitpun untuk menguji keabsahan Surat Keputusan Majelis Rakyat Papua Barat Daya.

 

” KPU dan Bawaslu Papua Barat Daya tidak diberikan kewenangan untuk mengadili tentang keabsahan Surat Keputusan MRPBD. Jika KPU PBD mengatakan mereka berwenang tolong sampaikan  ke Publik di atur dalam Peraturanan-perundangan mana KPU berwenang  memberikan PERTIMBANGAN dan PERSETUJUAN bagi Calon Gubernur dan  Wakil Gubernur dI Provinsi Papua Barat Daya memperoleh pertimbangan  dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya. Dan dapat menilai keabsahaan Keputusan MRPBD, ” kata Yuda menegaskan. 

 

Diakhir siaran pers, Yuda sampaikan KPU tidak boleh menafsirkan Putusan Mahkamah Konstitusi hanya dengan  berdasarkan Surat Dinas KPU RI pada Point 10 yang di sebutkan “Dalam Hal  Pertimbangan Majelis Rakyat Papua (MRP) Menyatakan Calon Tidak Memenuhi  Persyaratan Orang Asli Papua, KPU Provinsi menyatakan persyaratan Orang  Asli Papua memenuhi syarat apabila terdapat pertimbangan dan/atau  pengakuan suku asli di Papua yang menyatakan penerimaan dan pengakuan  atas nama calon dengan memedomani Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor : 29/PUU-IX/2011, Surat dinas KPU RI tersebut. Jika KPU PBD menjadikan  dasar Surat dinas untuk mengkesampingkan Keputusan MRP, maka KPU PBD telah beruba  menjadi Lembaga Pengadilan yang menganulir Keputusan MRP, padahal di  ketahui bersama Keputusan MRP sedang di Gugat di PTUN Jayapura. 

 

Bagaimana mungkin, Yuda tambahkan, Surat Dinas KPU tersebut bertentangan dengan Peraturan  KPU sendiri yaitu PKPU No 8 Tahun 2024, Kenapa Redaksi pada point 10 Surat  Dinas KPU tersebut tidak di atur dalam bentuk Peraturan KPU, sehingga mengikat dan jika ada Pihak yang keberatan atas Peraturan KPU tersebut dapat mengajukan  upaya hukum dengan adanya peraturan KPU yang demikian?, sebagaimana terbit  PKPU 10 Tahun 2024 sebagai Wujud di lakukannya Penyesuaian atas adanya  Putudan MK Nomor : 60/PUU-XXII/2024,

 

” Ingat Surat Dinas KPU tidak ada dalam  system herarkis tata urutan perundang-undangan,sehingga tidak boleh  bertentangan dengan Peraturan KPUnya sendiri dan Ketentuan yang telah jelas  diatur dalam undang-undang. Kami sebagai praktisi Hukum sangat di sesalkan adanya Pernyataan KPU yang seolah-olah  mengsederhanakan persolaan menyatakan…. ya kalau ada Pihak yang tidak puas  dengan keputusan ini silahkan ajukan gugatan MK, PTUN namun di sisi lain KPU  PBD sendiri tidak menghargai adanya gugatan yang sedang digugat ke PTUN Jayapura, ” tutup Yuda terheran – heran dengan pengiringan opini yang sedang dimainkan oleh pihak KPU.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *