Dirwansyah ; Penerapan Rambu Tonase Harus Pertimbangkan Segala Aspek

Daerah54 Dilihat

 

Faktaberita,Online,PASAMAN BARAT-Ketua sementara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar), Sumbar, Dirwansyah memastikan jika penerapan status ruas jalan Kelas IIIC benar-benar diterapkan secara menyeluruh, dipastikannya seluruh perusahan bonafit yang ada di daerah itu akan kesulitan dalam mengeluarkan hasil produksi perkebunannya.

 

Hal tersebut disampaikan Dirwansyah dihadapan para pengurus Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (F.SPTI) – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K.SPSI) Kabupaten Pasaman Barat, pada Selasa 3 September 2024 di Padang Tujuh.

 

Diketahui, Bupati Pasaman Barat mengeluarkan Surat Keputusan nomor 100.3.3.3/869/BUP.PASBAR/2023 tentang penetapan status ruas jalan menurut fungsi dan statusnya sebagai jalan kabupaten.

 

Dalam keputusan tersebut tertera sebanyak 1.121 ruas jalan di Pasaman Barat berstatus Kelas IIIC. Artinya Jalan kelas IIIC adalah jalan lokasi yang diberi izin dapat dilalui kendaraan dengan muatan terberat 8 ton.

 

“Jika ini benar-benar diberlakukan secara menyeluruh, kita pastikan seluruh truk-truk angkut TBS perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melintas di jalan Kelas IIC juga harus menyesuaikan,” kata Dirwansyah.

 

Menurut dia, penerapan SK Bupati tersebut harus mempertimbangkan plus minusnya yang akan terjadi di tengah-tengah masyarakat dan pihak lainnya (perusahaan).

 

“Semua akan terganggu, sebab kelas jalan kabupaten kita hampir menyeluruh Kelas IIIC, artinya hanya bisa dilewati muatan maksimum 8 ton, lewat dari itu akan diberi sanksi oleh penegak hukum,” jelas Dirwansyah.

 

Politisi Partai Golkar itu juga menilai pemberlakuan batas tonase maksimum harus dilakukan dengan kajian matang dan dengan mempertimbangkan segala aspek.

 

“Ini sudah kesalahan kita semua, memang serba rumit. Di sisi lain kita harus menegakkan aturan, sementara di sisi lain kelas jalan kita sangat tidak mengizinkan,” ujar dia.

 

“Tentu kita harus berlaku adil terhadap masyarakat, sementara perusahaan bonafit leluasa melintas melebihi tonase. Tiada solusi lain selain meningkatkan kelas jalan. namun dibalik itu kita terkendala anggaran,” sambung dia mengungkapkan.

 

Kata dia, sejauh ini 1.121 ruas jalan Kelas IIIC yang ada adalah satu-satunya akses yang bisa dilalui menuju ruas jalan yang sesuai klasifikasi. Sebab, menurut dia tidak ada jalan lain yang harus dilalui.

 

“Ini bukan tanggungjawab satu instansi saja seperti Dishub, ini tanggungjawab kita semua. Andai, kita klaim tidak sesuai klasifikasi dan ketika dipasang, tentunya ini akan menjadi suatu persoalan bagi pengusaha atau supplier,” kata dia.

 

Di tempat yang sama, anggota DPRD Pasaman Barat, Syafridal menambahkan setiap permasalahan hendaknya dilakukan dengan secara duduk bersama antara yang pro dan yang kontra.

 

“Harus ada opsi yang kita lakukan agar tidak terjadi konflik sosial antar kebutuhan satu dan yang lain. Kita memang harus disiplin sesuai kapasitas jalan, namun di sisi lain kita juga harus menyesuaikan kearifan lokal,” sebut politisi PAN ini.

 

“Jika satu kelompok menyatakan sesuatu jalan tidak layak dilewati sesuai kapasitas, pertanyaannya kemana mereka lewat?. Ini persoalan klasik yang belum terselesaikan hingga kini,” sambung dia menjelaskan.

 

Pihaknya juga berjanji akan mencarikan solusi terkait pembatasan maksimum tonase, seperti gejolak pro kontra yang terjadi di Koto Sawah, Kecamatan lembah Melintang.

 

“Kita akan mencarikan solusi, seperti membuat batasan yang bisa diterima semua pihak, artinya hasil produksi petani bisa keluar dengan lancar,” ujar dia.

 

“Kita semua punya tujuan yang sama yakni ingin mensejahterakan masyarakat, akan tetapi ini menyangkut berbagai pihak, baiknya kita duduk bersama,” sambung Syafridal berharap.

 

SPTI Minta Keadilan

 

Sementara itu Ketua F.SPTI-K.SPSI Kabupaten Pasaman Barat, Namlis Lubis mengatakan pemasangan rambu-rambu maksimal batas muatan pada ruas jalan Kelas IIIC sangat berdampak pada arus keluar hasil pertanian masyarakat.

 

“Kami menginginkan hal ini perlu kembali dikaji ulang. Peraturan tetap ditegakkan namun hendaknya lebih mengutamakan kearifan lokal. Jangan kita tegas kepada masyarakat, sementara ke perusahaan bonafit lembek,” kata Namlis.

 

Menurut dia, jika peraturan benar-benar ditegakkan tanpa melihat kearifan lokal, efek dan akibatnya sangat besar yang akan terjadi di tengah-tengah masyarakat.

 

“Kami harap setiap kebijakan berlaku adil, kasihan kita dengan pengusaha lokal, sementara dump truk perusahaan dengan muatan diatas 8 ton bisa melintas leluasa di jalan Kelas IIIC,” ujar dia.

 

Pihaknya pun siap dilibatkan untuk dalam persoalan tersebut sebab sudah menjadi bagian utama dari tugas organisasi mereka.

 

“Kita harus fleksibel, kebijakan itu harus berpihak kepada masyarakat. Untuk itu, kearifan lokal yang harus diutamakan. Menurut kami, jam operasional menjadi solusi utamanya,” tegas Namlis.

 

Pewarta:Zul Efendri

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *