Dua SKPD dan Walikota Jakarta Barat Bungkam Terhadap Protes Warga Terkait Pembangunan Krematorium di Tegal Alur

Nasional361 Dilihat

Jakarta,faktaberita.online, 

Jakarta Barat, Warga Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat yang tergabung Aliansi Menceng terus menyuarakan penolakan terhadap pembangunan rumah duka dan tempat pembakaran mayat (krematorium) yang direncanakan di wilayah mereka.

Sejumlah protes warga Jum’at 6/9/2024 yang keberatan atas rencana pembangunan Krematorium karena dianggap tidak sesuai dengan karakter lingkungan tempat tinggal tempat kerumunan penduduk.

Selain itu, kekhawatiran utama warga adalah dampak lingkungan dan kesehatan yang mungkin timbul dari operasional krematorium, seperti polusi udara dan potensi bau tidak sedap.

“Kami khawatir dengan kualitas udara di sini, apalagi kalau sampai ada pembakaran mayat secara rutin. Ini akan mempengaruhi kesehatan anak-anak kami,” kata Temon Selasa 10/9/2024.

Meskipun protes sudah berlangsung pada Jum’at siang 7/9/2024 hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari dua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, yaitu Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) serta Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), maupun dari Walikota Jakarta Barat.

Kendati sebelumnya Aliansi Menceng (warga) telah mengajukan petisi dan surat penolakan kepada pemerintah kota dan SKPD terkait. Namun, tanggapan yang diharapkan belum kunjung datang.

Dinas Citata, yang bertanggung jawab atas tata ruang dan perencanaan pembangunan, serta PTSP, sebagai lembaga yang mengurusi izin pembangunan, masih belum bersuara. Upaya warga untuk bertemu dengan perwakilan dari kedua instansi tersebut juga belum membuahkan hasil yang signifikan.

Ketidak jelasan mengenai proses pembangunan ini menimbulkan keresahan yang lebih besar di kalangan warga. Beberapa tokoh masyarakat dan pemuka agama juga turut mendukung protes warga, menyatakan bahwa proyek tersebut tidak mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan budaya setempat.

“Wilayah ini adalah kawasan yang padat penduduk dengan mayoritas penduduk yang memiliki keyakinan berbeda. Pembangunan krematorium di tengah permukiman tentu sangat sensitif bagi kami,” ungkap seorang tokoh agama.

Selain itu, warga menyoroti prosedur perizinan dan terbitnya Surat Keputusan Persetujuan Bangunan Gedung (SKPBG) yang dianggap tidak transparan. Para pengunjuk rasa menuding ada ketidakberesan dalam proses penerbitan izin pembangunan (SKPBG).

“Kami merasa tidak ada sosialisasi yang jelas tentang pembangunan ini. Tiba-tiba saja kami mendengar kabar bahwa krematorium akan dibangun di sini. Apakah sudah sesuai aturan? Apakah sudah melalui kajian lingkungan yang matang?,” ucapan pertanya Temon.

Warga yang terlibat dalam protes menegaskan bahwa mereka akan terus melanjutkan aksi penolakan hingga ada kejelasan dari pihak terkait. “Kami akan terus bersuara sampai suara kami didengar. Ini adalah hak kami sebagai warga negara, dan kami tidak akan diam dan kami akan mengelar aksi ke Walikota Jakarta Barat” ujar Temon

Namun, hingga berita ini diturunkan, baik Dinas Citata, PTSP, maupun Walikota Jakarta Barat masih belum memberikan tanggapan resmi. Sikap bungkam ini justru memicu spekulasi di kalangan masyarakat bahwa ada hal-hal yang disembunyikan terkait proses pembangunan tersebut.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *