faktaberita.online | Saumlaki_
Rapat yang dilaksanakan di kampung lama Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Senin 13 Mei 2024 sekitar Pukul 10:15 hingga sekitar Pukul 16 : 30 WIT, yang dihadiri Pemerintah Daerah Plt Sekda, Ass 1, Kadis Perikanan dan Kelautan, Kadis PMD, Kadis Kesbangpol, Camat Tanimbar Selatan, Kapolsek Tanimbar Selatan, Wakil Danramil Saumlaki 1507, Perwakilan INPEX dan PT TAKA, Pemerintah Desa Lermatang, Pengurus BPD, Tokoh Masyarakat, Pemuda dan masyarakat pembudidaya rumput laut berujung rusuh dan Prosesi Adat Sweri serta adu mulut di lokasi Selter PT.TAKA Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Simon Martin Rangkoly (30), Sekretaris Pemuda Desa Lermatang kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, menjelaskan kepada media ini, rapat dibuka Oleh Plt Sekda Agustinus Songupnuan, ST dengan memberikan arahan singkat dan penjelasan terkait harga longline yg masih ada rumput lautnya seharga Rp 1.110.000 sesuai keputusan awal sedangkan untuk longline kosong, Plt Sekda menyerahkan kepada INPEX dan PT.TAKA bernegosiasi dengan Pemerintah Desa Lermatang untuk menentukan harganya, kemudian Plt Sekda bersama rombongan pamit karena harus menghadiri rapat dengan DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Senin (13/05/24) siang.
Rapat kemudian berlanjut dengan negosiasi harga longline antara INPEX, PT TAKA, Pemerintah Desa, BPD dan Perwakilan Pemuda di salah satu rumah warga kemudian dia merasa lucu ketika INPEX dan PT TAKA memberikan opsi pertama, longline kosong dihargai Rp 50.000 dan opsi kedua, tiap orang disamaratakan jumlah longline menjadi 50 longline dengan alasan tali di laut sudah rusak dan saling terikat karena badai sehingga sulit untuk menghitung.
Sungguh Ironi, Opsi ke dua ini langsung dibantah Pemerintah desa karena jika badai beberapa minggu kemarin dijadikan alasan, sementara masyarakat pembudidaya rumput laut sudah diminta menghentikan aktifitas di laut selama tiga bulan lalu, kemudian yang akan membuka longline adalah masyarakat pembudidaya sendiri yang mana jika masalahnya hanya saling terikat, menurutnya itu bukan masalah, karena masyarakat sudah terbiasa melakukan pemisahan tali atau longline yg saling terikat.
Sedangkan untuk Opsi yg pertama setelah perundingan cukup lama Pemerintah Desa mencoba menengahi untuk memberikan saran tiap longline baik yang ada maupun tidak ada rumput lautnya dihargai Rp 500.000 mengingat sudah tiga bulan masyarakat tidak melakukan aktifitas di laut karena permintaan dari perusahaan INPEX dan PT TAKA maka sudah pasti tidak semua longline memiliki rumput laut.
Namun saat mendengar harga longline yang tidak sesuai keputusan rapat awal, masyarakat marah dan rusuh, melempar rumah tempat negosiasi dengan batu.
“ Sebenarnya apa yang saat ini sedang dimainkan pihak Management Inpex Masela ltd di Jakarta, Perwakilan INPEX Saumlaki dan PT TAKA? Masih ingat betul kami saat di ruang rapat Bupati, Perwakilan INPEX Saumlaki mengatakan saat diruang rapat kantor Bupati, pihak perusahaan dengan lantang menyampaikan secara transparan telah diperintahkan oleh Ibu Puri dan Management Inpex Masela ltd di Jakarta untuk segera melakukan pembayaran dalam waktu dekat, dengan mekanisme pembayaran yang ditentukan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Tanimbar.” Urainya.
Dalam rapat itu, pihak perusahaan dengan sangat percaya diri menasihati masyarakat pembudidaya rumput laut untuk menggunakan berkat sebaik mungkin, anehnya pihak perusahaan masih terus melakukan negosiasi sehingga timbul pertanyaan apakah Managemen INPEX dan PT TAKA sedang berusaha mengulur waktu realisasi kompensasi rumput laut sementara PT. TAKA terus melakukan survey sehingga pada akhirnya hanya janji kosong yang masyarakat terima.
“ Seperti pernyataan PT TAKA saat rapat perdana di ruang rapat Sekda bahwa pihaknya sudah selesai melakukan survey. jadi bapak Ibu sudah boleh melakukan aktifitas di laut, kami tidak lagi membayar kompensasi untuk masyarakat pembudidaya rumput laut”. Imbuhnya meniru pernyataan pihak perusahaan.
“ sebuah omong kosong yang diperdengarkan di ruang rapat kantor Bupati oleh pihak perusahaan,
Mengapa jumlah longline dan ada tidaknya rumput laut terus dijadikan dalil untuk terus melakukan negosiasi.?” Ujarnya heran.
Lanjutnya dia, dari kondisi yang ada, timbul kecurigaan masyarakat entah Pemerintah Daerah merasa dipermainkan oleh perusahaan atau bahkan menjadi bagian dari proses negosiasi yg berlarut ini, yang pasti masyarakat merasa sangat dirugikan dan kecewa, dengan hasil seperti ini, laporan terkait pembohongan publik dan pelecehan bagi masyarakat pembudidaya, Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat dan pemuda akan kami layangkan pengaduan ke pihak Kepolisian.
Pihak-pihak yang terkait ketika dihubungi media ini melalui saluran telepon genggam, belum memberikan konfirmasinya. (JKFBO)