FaktaBerita.Online, Tangerang –
Setelah beberapa waktu lalu tutup atas banyak nya protes masyarakat dan pemberitaan di media sosial serta pemicu banyaknya kejadian tawuran antar gangster yang berada di wilayah Provinsi Banten, kini penjualan obat keras golongan G jenis Tramadhol dan Exyshimer diduga melancarkan aksinya dengan berkedok toko kosmetik. Jumat, 12/05/2023
Obat jenis tersebut kerap di salah gunakan oleh para anak-anak muda. Ujar salah seorang Warga Masyarakat
Beberapa waktu yang lalu aparat penegak hukum diwilayah Provinsi Banten telah menindak tegas para pelaku penjual obat Tramadol dan Exyshimer tersebut hingga tutup dalam beberapa minggu lalu,
Pada hari selasa (09/05) toko toko penjual obat keras golongan G tersebut dalam pantauan awak media kini buka kembali terutama di wilayah kecamatan cikupa, balaraja, pasar kemis dan panongan.
Hal yang paling mengejutkan dalam pengakuan salah satu penjaga toko kosmetik tersebut mereka bisa buka dan menjual kembali obat jenis tramadol dan exshimer tersebut, karena telah membayar uang koordinasi sebesar 20 juta per toko dengan seseorang berinisial YD.
Saat dikonfirmasi oleh awak media penjaga toko mengaku membayar lebih dari 20 juta karena syarat untuk buka kembali.
Menurut keterangan penjaga toko ada oknum aparat penegak hukum yang meminta uang koordinasi sampai ratusan juta.
” kami buka kali ini membayar koordinasi lebih dulu 20 juta, sekarang kami bayar 21,5 juta karena kata pengurus syarat toko bisa buka kembali kita mengadakan uang tambahan koordinasi toko yang ada di wilayah kabupaten Tangerang ini kena tambahan koordinasi 1,5 juta per toko jadi kami bayar semua nya per toko sejumlah uang 21,5 juta bulan ini,” ucap penjaga toko.
Undang-Undang Kesehatan
Pemerintah Indonesia, Pernah mengeluarkan aturan dan regulasi tentang peredaran dan pendistribusian obat.
Ancaman hukuman para penjual obat keras golongan G tanpa resep dokter tersebut dikenakan pasal 197 juncto pasal 106 ayat (1) undang- undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak RP 1’5 milyar,
Selain itu Juga bisa di jerat pasal 62 ayat (1) juncto pasal 8 ayat (1) huruf A dan I undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 2 milyar.
Wisma Hamidi Lubis